468x60 Ads


Adat bak Poteu Meureuhôm, Hukôm bak Syiah Kuala, Kanun bak Putroe Phang, Reusam bak Lakseumana

Kelapa Muda Penyejuk “jiwa”


Kelapa Muda Penyejuk Jiwa


Banda Aceh, beberapa pekan terakhir terasa panas membara. Menyusuri kota penuh sejarah ini, tidak sore, tidak malam (apalagi siang), terasa begitu gerah karena suhu udara yang tinggi.

Memang, banyak warung kopi sebagai tempat rehat dan sekedar melepas dahaga. Tapi, warung kopi hampir semuanya sama menu minumannya. Hanya beberapa warung kopi yang tampil beda.

Kebetulan, Sabtu Pekan lalu, bersama seorang teman, kami “jalan-jalan” ke kota. Semua hanya untuk refreshing dan melepas penat setelah berkativitas. Tapi, “jalan-jalan” itu tetap berkahir dengan penat karena panas.

Muter sana sini mencari tempat berteduh. Banyak, sih. Tapi itu tadi, semua tempat sudah sering dikunjungi dan menikmati berbagai menu yang ditawarkan. Akhirnya, setelah berdiskusi kecil, kami memutuskan rehat di belakang Lapangan Blang Padang, yaitu “pangkalan” kelapa muda.

Kami pun segera meluncur ke lokasi yang kebetulan tidak jauh. Pilah-pilah tempat dan akhirnya kami memilih duduk di kedai bagian tengah. Selain sepi, posisi tersebut memiliki luas pandangan tak terbatas. Kami bisa melihat aktivitas penjual kelapa muda lainnya dari tempat kami duduk. Benar saja, kami bisa melihat semuanya.

Dulu, kata teman saya, penjual kelapa muda di jalan belakang Blang Padang sangatlah ramai. Tidka seperti saat ini. “Pasca tsunami semuanya berubah. Saat itu masih ramai tapi beberapa tahun ke belakang semkain sedikit. Tidak tahu mengapa,” ujar teman saya.

Menariknya, kedai-kedai kelapa muda tersebut ternyata sudah berusia puluhan tahun. Bahkan, sebagian besar pedagang saat ini merupakan anak atau cucu dari pedagang sebelumnya. Istilahnya, mereka menjalankan bisnis jual kelapa muda secara turun menurun.

Sepuluh menit akhrinya dua gelas besar kelapa muda hadir di depan kami. Keringnya keorngkongan membuat kami langsung menyeruputnya sambil menambahkan beberapa potong es batu yang diletakkan secara terpisah pada piring kecil. Segarnya…… luar biasa…

Kembali ke kedai-kedai kelapa muda. Menurut teman saya lagi, para pedagang di sini masih terlalu tradisional. Belum ada keberanian tampil beda. Maksudnya tampil beda yaitu pada menu kelapa muda tersebut. Jadi, setiap kita ke sana, pasti hanya ada dua jenis minuman kelapa yang di tawarkan. Kelapa muda pakai sirup atau kelapa muda pakai gula. Hanya itu saja.

“Padahal, jika saja pemerintah lebih peduli dengan memberi pelatihan khusus terhadap pedagang di sini, tentu akan ada inovasi air kelapa muda yang lebih beragam. Dengan itu, pendapatan penjual bisa lebih baik,” sambung teman saya.

Jika dilihat-lihat, benar juga. Sejak pertama ke Banda Aceh pada tahun 2008 silam, kondisi kios kelapa muda ini nyaris sama. Terbuat dari kayu dan terkesan di pancang sesukanya saja. Begitu juga terpal pembatal yang robek dimana-mana, terkesan tidak terawat dan asal jadi.

Tapi begitu, walau pun terkesan kumuh diantara gedung-gedung mewah di sekelilingnya, kios-kios itu tetap memberi kesna tersendiri. Seolah ia ingin berkata: “Kami merupakan bagian dair perjalanan sejarah Banda Aceh. Dari awal hingga kini, semuanya tetap sama dan dengan cara yang sama. Tentunya, menu yang juga sama”.

Bagi Anda yang belum pernah ke Banda Aceh, bolehlah sekali-kali berkunjung ke sini untuk menikmati kuliner kelapa muda. Tepatnya di ujung jalan Syam Muda Wali, Kota Banda Aceh.


Comments
0 Comments